Puisi adalah salah satu karya sastra yang dihasilkan oleh seseorang. Puisi sendiri dihasilkan dari ekspresi perasaan seseorang yang dituliskan dalam bentuk kata-kata. Ada banyak sekali macam-macam puisi yang ada.
Mulai dari puisi persahabatan, puisi perjuangan, puisi percintaan dan masih banyak lainnya. Nah, kali ini kita akan membahas sebuah puisi karya dari tokoh penyair legendaris asal Indonesia yang bernama Chairil Anwar.
Chairil Anwar merupakan salah satu penyair tersohor yang ada di Indonesia. Bahkan, hingga saat ini karya-karyanya masih tetap eksis di dunia syair.
Ada banyak sekali puisi Chairil Anwar yang ada, mulai dari puisi bertemakan persahabatan, perjuangan dan bahkan cinta.
Namun, sebelum membahas lebih jauh mengenai puisi Chairil Anwar, ada baiknya jika Anda perlu tahu biografi Chairil Anwar terlebih dahulu.
Biografi Chairil Anwar
Chairil Anwar adalah salah satu penyair tersohor yang ada di Indonesia. Beliau lahir Kota Medan, 26 Juli 1922 dan meninggal di usia yang masih sangat muda yakni 26 tahun ada tanggal 28 April 1949 di Jakarta.
Chairil Anwar memiliki nama julukan yaitu Si Binatang Jalang. Adapun puisi Chairil Anwar sebenarnya ada 96 karya. Untuk puisi pertamanya dipublikasikan pada tahun 1942, tepat 2 tahun setelah beliau pindah dari Medan ke jakarta.
Ada banyak puisi yang menyentuh hati yang diciptakan oleh beliau. Mulai dengan puisi yang menyangkut dengan kematian, pemberontakan, individualisme dan masih banyak lainnya.
Kumpulan Puisi Chairil Anwar
Mau tahu seperti apa kumpulan puisi Chairil Anwar? Yuk langsung saja simak selengkapnya di bawah ini.
#1. AKU BERKACA..
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Ku dengar seru menderu
Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?
Lagi lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah..!!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak ku kenal..!!!
Selamat tinggal…!!
#2. AKU..
Kalau sampai waktuku
Aku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
#3. DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
#4. KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa teriak ‘Merdeka’ dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan ati 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata.
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenang lah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenang lah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
#5. DOA
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Cahaya Mu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintu Mu aku bisa mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
#6. YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku
Menggigir juga ruang di mana dia yang ku ingin
Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
Dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu
Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlaku beku
Sepi
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertampik
Ini sepi terus ada. Dan menanti
#7. MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
#8. KEPADA KAWAN
Sebelum ajal mendekat dan menghianat
Mencengkam dari belakang ketika kita tidak melihat
Selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa
Belum bertugas kecewa dan gentar belum ada
Tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam
Layar merah berkibar hilang dalam kelam
Kawan, mari kita putuskan kini di sini
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju
Jangan tembatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat
Tidak minta ampun atas segala dosa
Tidak memberi pamit siapa saja
Jadi
Mari kita putuskan sekali lagi
Ajal yang menarik kita, kan merasa angkasa sepi
Sekali lagi kawan, sebaris lagi
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu..!!
#9. SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali
Kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam
Ada juga kelepak elang menyinggung muram
Desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan
Tidak bergerak dan kini tanah air tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendirian.
Berjalan menyisir semenanjung
Masih pengap harap
Sekali tiba di ujung
Dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat
Sedu penghabisan bisa terdekap
***
#10. CERITA BUAT DIEN TAMAELA
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu
Beta Pattirajawane
Kikisan laut
Berdarah laut
Beta Pattirajawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan
Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama
Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa, pohon pala,
Badan perawan jadi hidup sampai pagi tiba
Mari menari!
Mari beria!
Mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
Beta kirim datu-datu
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu
#11. SEBUAH KAMAR
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia
Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu
Sudah lima anak bernyawa di sini, Aku salah satu
Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu
Bapak ku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu
Sekeliling dunia bunuh diri
Aku minta adik lagi pada Ibu dan Bapak ku
Karena mereka berada di luar hitungan
Kamar begini 3 x 4 terlalu sempit buat meniup nyawa
#12. PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicara mu
Dipanggang di atas api mu
Digarami lautmu dari mulai tanggal 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api, Aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zat mu, di zat ku kapal-kapal kita berlayar
Di urat mu, di urat ku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh
#13. RUMAHKU
Rumah ku dari unggun timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Ku lari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah ku dirikan ketika senja kala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumah ku dari unggun timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi
Tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
#14. SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi
Malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah
#15. PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa ansih waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah tua tua keras,
Bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
Kepastian
Ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi,
Terlucut debu….
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
#16. TAK SEPADAN
Aku kira
Beginilah nanti jadinya
Kau kwin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara seupa Ahasveros
Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkai dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak kan apa-apa
Aku terperangkap tinggal rangka
#17. CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh dipulau,
Gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan melancar
Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang tapi terasa
Aku tidak kan sampai padanya
Di air yang tenang, di angin mendayu
Di perasaan penghabisan segala melaju
Ajak bertakhta, sambil berkata:
“tunjukkan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku!
Manisku jauh dipulau,
Kalau kumati, dia mati iseng sendiri
#18. CINTA DAN BENCI
Aku tidak pernah mengerti
Banyak orang menghembuskan cinta dan benci
Dalam satu napas
Tapi sekarang aku tahu
Bahwa cinta dan benci adalah saudara
Yang membodohi kita, memisahkan kita
Sekarang aku tahu bahwa
Cinta harus siap merasakan sakit
Cinta harus siap kehilangan
Cinta harus siap untuk terluka
Cinta harus siap untuk membenci
Karena itu hanya cinta yang sungguh-sungguh mengizinkan kita
Untuk mengatur semua emosi dalam perasaan
Setiap emosi jatuh….. keluarlah cinta
Sekarang aku mengetahui
Implikasi dari cinta
Cinta tidak berasal dari hati
Tapi cinta berasal dari jiwa
Dan zat dasar manusia
Ya, aku senang telah mencintai
Karena dengan melakukan itu aku merasa hidup
Dan tidak ada orang yang dapat merebutnya dariku
#19. SELAMAT TINGGAL
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Kudengar seru menderu
Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?
Lagi lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah..!!!
Segala menebal, segala mengenta;
Segala tak kukenal..!!
Selamat tinggal..!!
#20. KEPADA PEMINTA-MINTA
Baik, baik, aku akan menghadap dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Jangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap juga
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebah
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
#21. DI MESJID
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kamipun bermuka-muka
Seterusnya ia bernyala-nyala dalam dada
Segala daya memadamkannya
Bersimpuh peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila
#22. YANG TERAMPAS DAN YANG TERPUTUS
Kelam dan angin lalu mempersiang diriku,
Menggigir juga ruang di mana dia kuingin,
Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tubuh
Di karet, di karet sampai juga deru angin
Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
Dan aku bisa lagi lepaskan kisah padamu
Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
#23. DERAI-DERAI CEMARA
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan ditingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
#24. KAWANKU DAN AKU
Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
Darahku mengental pekat.
Aku tumpat pedat
Siapa berkata-kata…?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga
Dia bertanya jam berapa?
Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti
#25. LAGU SIUL
Laron pada mati
Terbakar di sumbu lampu
Aku juga menemu ajal di cerlang caya matamu
Heran! Ini badan yang selama berjaga
Habis hangus di api matamu
Ku kayak tidak tahu saja
Aku kira beginilah nanti jadinya:
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
Dikutuk-sumpai Eros
Aku merangkaki dinding buta,
Tak satu juga pintu terbuka
Jadi baik kita pahami
Unggunan api ini
Karena kau tak apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka
..
Dari berbagai macam puisi Chairil Anwar di atas semuanya sangat menyentuh hati. Hal ini menunjukkan bahwa Chairil Anwar memang seorang pesohor sastra Indonesia yang sangat terkenal.
Meskipun kini keberadaannya sudah tidak ada lagi, namun karya-karyanya akan selalu dikenang.
Semoga menginspirasi!