Pesona wisata alam Nusantara memang begitu mempesona. Tak heran jika istilah pecinta alam sudah bukan hal yang asing lagi, baik di kalangan remaja, mahasiswa, sampai orang dewasa.
Namun, sudah tahukah Anda apa itu kode etik pecinta alam ?
Saat duduk di bangku sekolah, klub pecinta alam juga biasa ditemukan. Hal ini untuk melatih siswa untuk belajar lebih dekat dengan alam tanpa merusaknya.
Tak heran materi ini penting dipelajari agar saat terjun ke lapangan tidak hanya menikmati keindahan alam, namun turut serta menjaganya.
Mengenal Sejarah Kode Etik Pecinta Alam
Pada bulan Januari 1974, diadakan kegiatan Gladian Nasional Pecinta Alam IV di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja. Melalui peristiwa bersejarah ini, kode etik pecinta alam pertama kali diikrarkan. Acara ini diikuti oleh 44 klub pecinta alam di seluruh Nusantara.
Penyelenggaraannya sendiri bekerja sama dengan Badan Kerjasama Club Antarmaja Pecinta Alam se-Ujung Pandang, Makassar.
Event akbar ini menjadi salah satu peristiwa penting terutama untuk seluruh pecinta alam di Tanah Air.
Acara ini menjadi ajang latihan bagi para pecinta alam untuk menambah wawasan dan keterampilan ketika berada di alam bebas.
Tidak hanya itu,event ini juga sebagai ajang silaturahmi antar klub pecinta alam di Nusantara.
Bunyi Kode Etik Pecinta Alam Indonesia
Setelah mengetahui sejarah lahirnya kode etik pecinta alam, saatnya untuk mengetahui isi dari kode etik tersebut, yaitu:
- Pecinta Alam Indonesia menyadari bahwa lingkungan alam beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan yang Maha Esa.
- Pecinta Alam Indonesia merupakan bagian dari masyarakat memiliki rasa tanggung jawab pada Tuhan, bangsa, dan Tanah Air.
- Pecinta Alam Indonesia mencintai lingkungan alam sebagai anugerah dari Tuhan yang Maha Kuasa.
Sesuai dengan hakikat pecinta alam di atas, kami menyatakan bahwa:
Mengabdi sepenuhnya kepada Tuhan yang Maha Esa.
Memelihara alam beserta isinya dan memanfaatkan sumber daya alam sesuai kebutuhan, tanpa berlebihan.
Mengabdi kepada bangsa, negara, dan Tanah Air.
Menghormati dan menjunjung tinggi tata kehidupan yang berlaku di masyarakat setempat.
Menghargai antar sesama manusia dan kerabatnya.
Berupaya mempererat tali silaturahmi antar pecinta alam sesuai asas yang berlaku.
Berusaha bahu membahu dan menghargai pelaksanaan pengabdian kepada Tuhan, bangsa, dan negara.
***
Bunyi kode etik mengenai pecinta alam di atas masih berlaku hingga saat ini. Penggunaannya masih banyak dilakukan terutama oleh organisasi Mapala di Tanah Air, mulai jenjang di sekolah, kampus, sampai masyarakat umum.
Etika Lingkungan Hidup
Keberadaan kode etik sangat bermanfaat untuk para pecinta alam. Tidak hanya itu, hal ini juga masih berkaitan dengan etika lingkungan hidup yang perlu diterapkan.
Jika kode etik di atas hanya melingkupi pecinta alam di Tanah Air, etika lingkungan hidup berikut ini bersifat universal.
Lalu, apa saja bunyi etika lingkungan hidup yang dipegang teguh pecinta alam di seluruh dunia? Berikut bunyinya:
- ”Take nothing but picture”, yaitu larangan mengambil apapun dari alam kecuali foto.
- “Leave nothing but footprint”, artinya jangan meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
- “Kill nothing but time”, berarti larangan membunuh apapun kecuali waktu yang dihabiskan di alam.
Ketiga bunyi etika lingkungan hidup di atas telah berlaku secara universal. Ketika mengikuti kegiatan di alam, harus mengingat etika yang penting diterapkan.
* Take Nothing, but Picture!
Keindahan alam yang menakjubkan kerap kali menyihir siapapun yang melihatnya. Tidak hanya berupa pemandangan, bahkan tumbuhan yang hidup di sekitarnya kerap kali menjadi incaran.
Padahal, kelestarian lingkungan hidup harus dijaga dengan tidak mengambilnya sembarangan.
Contohnya tanaman edelweiss yang kerap kali dicabut pendaki di gunung. Padahal, hal ini tidak boleh dilakukan karena bisa menyebabkan kepunahan. Tumbuhan tersebut tidak bisa tumbuh begitu saja di sembarang tempat.
Oleh karena itu, keberadaannya di alam harus dilestarikan. Cukup gunakan kamera untuk mengambil gambar tumbuhan unik tersebut secara baik dan benar.
Dengan demikian, keindahan edelweiss bisa terus dinikmati dari generasi ke generasi.
* Leave Nothing, but Footprint!
Menginjakkan kaki di alam yang mempesona memang menjadi impian sebagian orang. Bahkan tidak sedikit yang mempersiapkannya secara matang dengan berbagai perlengkapan.
Namun, hal ini kerap kali menimbulkan tumpukan sampah yang tentunya berakibat negatif untuk alam.
Pecinta alam sejati tidak boleh meninggalkan apapun, kecuali jejak kaki! Sungguh memprihatinkan ketika lingkungan alam yang bersih dan menakjubkan justru tercemar akibat sampah.
Tidak hanya mengurangi nilai estetika lingkungan tersebut, namun juga makhluk hidup di sekitarnya.
Oleh karena itu, pecinta alam tidak boleh meninggalkan sampah atau bekas apapun itu yang menimbulkan pencemaran. Supaya kelestarian alam tetap terjaga, hal ini bisa dimulai dari hal kecil, misalnya membuang sampah.
* Kill Nothing, but Time!
Alam memang menyimpan sejuta misteri yang seringkali membuat takjub. Tidak hanya pemandangan yang mempesona, makhluk hidup di dalamnya pun begitu menarik.
Tak terkecuali hewan liar di alam yang kerap kali menjadi sasaran.
Padahal hal ini tidak boleh dilakukan, bahkan sudah banyak regulasi pemerintah yang mengaturnya.
Demi menjaga kelangsungan hidupnya, biarkan hewan tersebut di alam agar tidak terancam punah.
Etika Pecinta Alam: Mendaki Gunung
Pastinya Anda setuju jika aktivitas mendaki gunung semakin marak dilakukan. Aktivitas mendekatkan diri dengan alam ini tidak boleh dilakukan sembarangan.
Bahkan tidak sedikit yang melakukannya hanya untuk sekedar tren tanpa memperhatikan etika lingkungan.
Lalu, seperti apa etika melakukan pendakian yang baik? Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Tidak Membuat Kegaduhan
Saat mendaki, tidak sedikit yang mencoba menghibur diri dengan bercanda bersama timnya. Namun, sebaiknya hal ini tidak dilakukan secara berlebihan.
Misalnya memainkan musik dengan keras sehingga menimbulkan kegaduhan. Hal ini akan mengganggu tim pendaki lainnya.
2. Jangan Kotori Gunung!
Bisa dibilang, hal ini merupakan etika dasar yang harus dipahami. Kebersihan gunung harus diperhatikan, jangan membuang sampah secara sembarangan. Sayangnya, mengenai hal ini masih banyak yang minim kesadaran.
Jika dibiarkan terus menerus, generasi selanjutnya tidak bisa menikmati keindahan gunung yang mempesona.
3. Tidak Berebut Jalur Pendakian
Menjelang liburan, jalur pendakian memang selalu ramai. Misalnya saat menjelang hari kemerdekaan Indonesia, banyak ingin memperingatinya di puncak gunung.
Di saat suasana ramai, hindari berebut jalur pendakian dengan tim lain. Sangat disarankan untuk saling menyapa untuk menjaga kerukunan antar pendaki.
4. Jangan Mengotori Sumber Air
Air merupakan salah satu kebutuhan utama saat pendakian. Tidak hanya untuk minum, namun juga untuk memasak perbekalan yang ada.
Oleh sebab itu, hindari aktivitas yang berpotensi mengotori sumber air yang ada.Dengan menjaga kebersihan sumber air, hal ini akan bermanfaat untuk pendaki lainnya di lain hari.
5. Hindari Tindakan Vandalisme
Tidak sedikit yang membawa kebiasaan vandalisme saat mendaki. Salah satunya dengan mencorat coret papan petunjuk dengan kata-kata yang tidak pantas. Hal ini cukup fatal akibatnya karena dapat membuat pendaki lain kebingungan dengan petunjuk arah.
Memahami kode etik pecinta alam memang penting dilakukan. Dengan demikian, keindahan alam bisa dinikmati anak cucu di generasi selanjutnya.
Baca juga :Gunung Tertinggi di Indonesia