Deskripsi: Sejarah dan asal daerah Suku Toraja, tradisi dan adat istiadat, bahasa, rumah adat dan kebudayaan.
Indonesia terkenal dengan keanekaragaman budaya, termasuk suku-suku yang tersebar di seluruh Nusantara. Suku-suku tersebut memiliki adat istiadat, kebudayaan, dan tradisi yang unik dan menarik.
Salah satu suku yang menarik untuk diketahui adalah Suku Toraja.
Suku yang berasal dari Sulawesi ini memiliki sejarah panjang disertai berbagai peninggalan sejarah, baik fisik maupun kisah yang layak untuk diwariskan.
Berikut ulasan lengkapnya.
Asal Usul Masyarakat Toraja
Berdasarkan cerita, nenek moyang suku ini berasal dari Teluk Tonkin yang terletak di antara Vietnam dan Cina Selatan.
Seiring berjalannya waktu, mereka pindah ke wilayah pantai di Sulawesi lalu pindah ke dataran tinggi. Di sanalah mereka menetap dalam jangka waktu lama.
Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia abad ke-17, wilayah Sulawesi telah menjadi daerah yang dikuasai baik melalui bidang perdagangan maupun politik.
Oleh karena itu banyak kegiatan perdagangan dan politik yang dilakukan di sana.
Sayangnya, wilayah masyarakat Toraja yang terletak di atas pegunungan membuat perwakilan Belanda tidak menjangkaunya. Hal ini menyebabkan kurangnya perhatian terhadap aktivitas yang terdapat di sana.
Setiap kegiatan yang dilakukan Belanda pasti menghasilkan keuntungan baik secara materil maupun immaterial.
Sayangnya, wilayah di pegunungan tidak memiliki sumber daya yang dapat memberikan keuntungan. Sehingga aktivitas perdagangan maupun politik dihentikan di sana.
Kepercayaan Masyarakat Toraja
Pada abad ke-19, Islam mulai masuk dan tersebar di wilayah Suku Toraja. Oleh karena itu banyak sekali masyarakat yang dulunya memiliki kepercayaan animisme, kini memiliki kepercayaan Islam.
Barulah Belanda melihat hal ini sebagai perhatian.
Melihat kesempatan tersebut, pihak Belanda kemudian melakukan penyebaran agama Kristen pada tahun 1920-an. Hal ini menyebabkan munculnya penganut Kristen di wilayah Toraja bagian atas.
Adanya proses penyebaran agama Kristen orang Belanda terhadap masyarakat Toraja ini, membuat perlawanan atas perilaku yang selama ini diterima.
Muncul protes agar menghapus sistem perbudakan pada masyarakat di sana.
Meskipun sempat tercapai, namun pihak Belanda melakukan strategi agar masyarakat pribumi tidak melakukan protes, yaitu dengan melakukan perpindahan ke dataran rendah.
Hal ini bertujuan untuk mengontrol masyarakat agar mau menjalankan perintah Belanda.
Masyarakat Toraja berusaha mempertahankan kepercayaan nenek moyang dan adat istiadatnya.
Namun karena adanya penyerangan umat muslim pada tahun 1930-an, masyarakat ini mempercayai agama Kristen guna berlindung di bawah naungan Belanda.
Namun hanya 10% dari total masyarakat yang berpindah, lainnya tetap menggunakan kepercayaan di tahun 1950.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, terjadi pemberontakan oleh Darul Islam (DI/TII) yang berlangsung selama 15 tahun.
Terjadinya pemberontakan tersebut membuat sebagian besar masyarakat Toraja berpindah kepercayaan ke agama Kristen.
Hingga saat ini, mayoritas kepercayaan masyarakat di sana adalah Kristen.
Dan juga penganut kepercayaan lelulur atau agama para leluhur atau cara hidup atau aturan hidup para leluhur juga masih ada di tana toraja, yakni Aluk Tadolo.
Rumah Adat Suku Toraja
Rumah adat bernama Tongkonan ini menjadi pusat kehidupan masyarakat Toraja. Meski begitu, rumah adat ini identik digunakan oleh kalangan bangsawan saja.
Seiring berjalannya waktu, kini rumah adat tersebut dapat digunakan oleh masyarakat biasa.
Terdapat cerita menarik di balik pendirian pertama rumah adat ini, yaitu masyarakat percaya bahwa nenek moyang mereka dulu tinggal di surga.
Semua desain rumah adat ini berasal dari kahyangan kemudian membuatnya ulang di daratan dan membuat upacara besar.
Tongkonan berasal dari kata “tongkon” yaitu duduk atau tempat-an. Sehingga dapat diartikan bahwa tongkon adalah tempat duduk.
Namun bukan tempat duduk sesungguhnya, karena rumah ini juga berfungsi sebagai tempat musyawarah untuk permasalahan adat.
Hampir semua rumah adat di sini dibangun ke arah utara tempat Puang Matua atau yang artinya Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dilakukan untuk menghormati orang-orang terdahulu sekaligus mencari keberkahan.
Rumah adat ini terdiri dari bangunan yang kokoh dan bagus, sehingga pembuatannya sangat melelahkan.
Oleh karena itu rumah Tongkonan ini dibuat bersama-sama oleh 3 keluarga besar yang sedang berjaya pada masa tersebut, sehingga melahirkan 3 jenis rumah, yaitu:
1. Rumah Tongkonan Pekamberan
Pada dasarnya jenis rumah dibuat sesuai fungsi masing-masing. Tidak hanya itu, jenis rumah Tongkonan juga merupakan simbol dari asal pembuatan.
Sehingga dapat dipisahkan antara rumah jenis satu dengan yang lainnya.
Jenis rumah Pekamberan ini dihuni oleh keluarga bangsawan yang memiliki wewenang tertentu dalam adat istiadat Suku Toraja.
Hal ini merupakan sebuah fasilitas agar keluarga pelaksana adat istiadat dapat beristirahat dengan nyaman.
2. Rumah Tongkonan Batu
Rumah Tongkonan Batu ini dibuat untuk masyarakat bangsawan yang tidak memiliki jabatan apapun dalam pemerintahan.
Keluarga bangsawan jenis ini memang dapat menikmati fasilitas yang diberikan oleh adat setempat.
3. Rumah Tongkonan Layuk
Jika kedua jenis rumah di atas digunakan sebagai tempat tinggal, namun rumah ini digunakan untuk memfasilitasi aktivitas pemerintahan.
Rumah Tongkonan Layuk ini merupakan tempat kekuasaan tertinggi dan menjadi pusat pemerintahan masyarakat Toraja.
Selain 3 jenis rumah Tongkonan tersebut, rumah ini juga dibedakan berdasarkan 3 bagian. Pertama kolong (suluk banua), kedua atap, dan ketiga ruangan rumah (kalle banua).
Arsitektur ini dibuat berlandaskan falsafah hidup masyarakat Toraja sendiri.
Terdapat hal-hal yang wajib dilakukan dan tidak boleh dilanggar untuk pembangunan rumah adat ini, seperti letak pintu di depan rumah, rumah menghadap ke utara, dan memiliki 4 penjuru mata angin, yaitu:
- Utara atau yang disebut Ulunna Langi, yang merupakan tempat tinggal Puang Matua sebagai keyakinan masyarakat Toraja.
- Timur disebut Matallo, yang dipercaya sebagai tempat matahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan.
- Barat disebut Matampu, tempat matahari Memiliki filosofi yang berlawanan dengan matallo yaitu kesusahan atau kematian.
- Selatan disebut Pollo’na langit, yaitu lawan bagian yang mulia. Memiliki arti sebagai tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik atau angkara murka.
Kebudayaan Suku Toraja
Sebagai salah satu suku yang memiliki sejarah panjang, suku ini juga memiliki kebudayaan dalam berbagai bidang. Salah satunya tarian yang digunakan untuk menyertai adat istiadat yang dilakukan.
Berikut merupakan jenis-jenis tarian adatnya.
1. Tarian Pa’pondesan
Tarian Pa’pondesan ini terkesan unik karena dilakukan oleh laki-laki yang tidak mengenakan baju, kecuali pada bagian khusus.
Hal ini menarik karena seharusnya tarian adat adalah memberikan persembahan terbaik, namun tidak menggunakan pakaian sama sekali.
Penari Pa’pondesan ini tidak hanya telanjang, namun juga menggunakan kuku pasangan dan menari diiringi nyanyian suling.
Biasanya penari Pa’pondesan dilakukan oleh beberapa orang saja.
2. Tarian Ma’gellu
Tarian Ma’gellu ini merupakan jenis tarian bahagia yang dibawakan oleh remaja putri dengan dandanan mewah. Para penari mengenakan pakaian khusus dilengkapi dengan aksesoris emas.
Biasanya tarian ini dilakukan untuk pesta perkawinan, panen, dan lain sebagainya.
3. Tarian Manimbong
Tarian ini dilakukan oleh kumpulan pria yang mengenakan kain adat maa’, ikat kepala yang terbuat dari bulu ayam, dan menggunakan parang-parang antik.
Tarian ini tidak hanya menampilkan filosofi kehidupan saja, namun juga memperlihatkan pakaian adat Toraja.
Penjelasan tentang Suku Toraja secara lengkap di atas dapat menjadi ilmu pengetahuan sekaligus memberikan informasi terkait keunikan masyarakatnya, bukan?
Hal ini dapat menjadi keanekaragaman yang dapat disebarkan dan dibagikan kepada masyarakat luas.
Baca juga: Suku Bugis