Kerajaan Gowa Tallo adalah sebuah kesultanan yang pernah berdiri di wilayah Sulawesi Selatan, tepatnya di pesisir barat dan ujung selatan semenanjung dengan mayoritas penduduknya suku Makassar.
Gowa Tallo berdiri beberapa abad sebelum akhirnya runtuh ditaklukkan oleh Belanda.
Pada awalnya Gowa Tallo merupakan dua kerajaan berbeda, namun berada di kawasan yang saling berdekatan.
Di kemudian hari, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo berhasil dipersatukan, dan hal tersebut menjadi tonggak sejarah lahirnya kerajaan bercorak Islam baru, yaitu Gowa Tallo.
Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo
Sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar di Pulau Sulawesi pada masanya, kerajaan ini meninggalkan berbagai warisan arkeologis yang beberapa di antaranya bahkan masih eksis hingga sekarang.
Sedangkan tempat berdirinya kerajaan menjelma jadi tempat wisata terkenal.
Berikut adalah beberapa peninggalan dari Gowa Tallo:
1. Masjid Tua Katangka
Salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan ini diperkirakan dibangun pada tahun 1603 M oleh Raja Gowa XIV. Lokasinya berada di Katangka, Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan, tepatnya di area perbatasan Kota Makassar dengan Kabupaten Gowa.
2. Benteng Fort Rotterdam
Berdasarkan catatan sejarah, Benteng Fort Rotterdam yang terkenal ini telah berdiri sejak tahun 1545 M, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Alauddin.
Material yang digunakan untuk membangunnya adalah batu padas yang diambil langsung dari Pegunungan Karst.
3. Kompleks Pemakaman Raja-Raja Penguasa Gowa Tallo
Letak area pemakaman raja-raja dari Gowa Tallo berada di Kecamatan Tallo, Ujungpandang, Sulawesi Selatan.
Makam di kompleks ini telah mulai menggunakan corak pemakanan Islam, yaitu dengan mengusung ciri khas seperti batu nisan, namun bentuknya berundak.
Sejarah Lahirnya Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo terbentuk karena kesepakatan dari 9 Bate Salapang atau komunitas masyarakat.
Komunitas tersebut antara lain adalah, Tombolo, Parang-Parang, Kalili, Lakiung, Saumata, Bissei, dan Sero, yang kemudian bergabung menjadi satu dengan sukarela.
Berdasarkan catatan sejarah, Gowa Tallo berdiri sekitar 1300 tahun silam, tepatnya di abad ke-4 Masehi, dengan raja pertamanya, yaitu Tumanurung.
Namun, baru mulai berkembang pada awal abad ke-16. Sedangkan sistem pemerintahan yang dijalankan, adalah sistem ganda.
Sedangkan menurut naskah Patturioloang Gowa disebutkan, bahwa keluarga Gowa berasal dari perkawinan Tumanurung (ras makhluk langit yang legendaris) dengan seorang Karaeng Bayo, yang ditafsirkan sebagai perkawinan antara penguasa Bajau dan wanita bangsawan oleh David Bulbeck.
Masa Keemasan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Pada periode tersebut, kehidupan ekonomi masyarakat Gowa Tallo terkenal makmur.
Salah satu faktornya adalah karena letaknya dekat pelabuhan di kawasan pelabuhan dagang.
Di samping itu, wilayah kekuasaan juga telah diperluas hingga Bone, Soppeng, Wajo, dan Ruwu. Disebut-sebut, luas Gowa Tallo juga hampir sampai ke kawasan Nusa Tenggara Barat.
Di saat yang bersamaan, kolonial Belanda sudah mulai menguasai Kerajaan Makassar, dan Ambon.
Namun, Sultan Hasanuddin menolak untuk tunduk kepada pemerintah kolonial.
Sultan Hasanuddin dan pasukannya bahkan berhasil mengusir penjajah dari daratan Sulawesi, sehingga Gowa Tallo memiliki kebebasan untuk mengatur wilayah kerajaannya sendiri tanpa campur tangan pihak lain.
Keruntuhan Gowa Tallo
Gowa Tallo mulai mengalami kegoyahan sejak kehadiran Belanda.
Hal tersebut juga diperparah dengan kekalahan kerajaan tersebut dalam peristiwa Perang Makassar di tahun 1660-an, yang mengakibatkan terlepasnya daerah kekuasaan Kesultanan Gowa Tallo di luar Sulawesi Selatan.
Di samping itu, sebagian kecil wilayah telah diberikan kepada VOC.
Gowa Tallo berhasil bertahan sebagai negeri merdeka sampai awal abad ke-20 M, tepatnya saat Belanda berhasil mengalahkan Gowa Tallo dan menjadikannya negeri jajahan dalam ekspedisi penaklukan Sulawesi Selatan.
Raja terakhir yang memimpin Gowa Tallo adalah Sultan Mapasomba.
Meskipun tetap konsisten dengan nilai-nilai Nasionalisme, namun Mapasomba dan pasukan militernya kalah telak, terutama di bidang persenjataan yang tidak mampu mengungguli perlengkapan perang Belanda.
Letak Gowa Tallo
Secara geografis, Gowa Tallo terletak di Sulawesi Selatan. Pada masa kekuasaan Gowa Tallo, pusat ibukota kerajaan adalah Ujungpandang, yang hari ini dikenal dengan sebutan Makassar.
Lokasi kerajaan terbilang strategis karena tidak jauh dari jalur pelayaran dan perdagangan Nusantara.
Silsilah Raja-Raja Penguasa Gowa Tallo
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Gowa Tallo sejak masa awal berdiri hingga akhir kekuasaannya nyaris tidak terhitung lagi jumlahnya.
Apalagi, kerajaan tersebut pernah dipimpin oleh dua wangsa sebelum dipersatukan, yang membuat daftar istilah raja Gowa Tallo semakin kompleks.
Daftar Raja Gowa Tallo tahun 1300 M:
- Tumanurung Bainea. Raja pertama Gowa Tallo ini berkuasa di sekitar tahun 1300 M.
- Penggantinya adalah Tumassalangga Baraya.
- Raja ke-3 Gowa Tallo bernama Puang Loe Lembang.
- Setelah ia wafat, Tuniatabanri kemudian naik tahta.
- Selanjutnya kekuasaan jatuh ke tangan Karampang ri Gowa.
Daftar Raja Gowa Tallo tahun 1400 M:
- Tunatangka Lopi merupakan penguasa pertama di era tahun 1400 M.
- Setelah Tunatangka meninggal, kepemimpinan dipegang Batara.
- Kemudian diikuti oleh Raja Pakere.
Daftar Raja Gowa Tallo tahun 1500 M:
- Penguasa pertama di tahun 1500 M adalah Daeng Matanre. Ia berkuasa di awal abad ke-16 M, tepatnya tahun 1546 M.
- Penggantinya adalah I Manriwagau Daeng Bonto, yang memimpin pada periode 1565 M – 1665 M.
- Setelah wafat, ia digantikan oleh I Tajibarani Daeng Marompa.
- Selanjutnya, pemerintahan diserahkan kepada I Manggorai Daeng sejak 1565 M hingga 1590 M.
- Pemerintahan sempat kosong sebelum akhirnya I Tepukaraeng naik tahta sekitar tahun 1593 M.
Daftar Raja Gowa Tallo tahun 1600 M:
- I Mangrangi Daeng Manrabbia/Sultan Alauddin I – berkuasa sejak tahun 1593 M sampai wafat pada bulan Juni 1639 M. Ia juga merupakan penguasa pertama Gowa Tallo yang beragama Islam.
- Di tahun 1639 M – November 1653 M, kekuasaan dipegang oleh Sultan Malikussaid, atau I Mannuntungi Daeng Mattola lakiyung.
- Setelah Sultan Malikussaid meninggal, pemerintahan jatuh pada Sultan Hasanuddin atau I Mallombassi Daeng Mattawang Bonto Ia merupakan raja paling terkenal dari Kesultanan Gowa Tallo yang memerintah sejak tahun 1653 M – 1669 M.
- Raja ke-17 di Gowa Tallo adalah Sultan Amir Hamzah, yang memimpin sejak 1669 M – 1674 M.
- Kemudian tahta diserahkan kepada Sultan Mohammad Ali dengan periode pemerintahan 1674 M – 1677 M.
- Pewaris tahta selanjutnya adalah Sultan Abdul Jalil, tepatnya pada era 1677 M – 1709 M.
Daftar Raja Gowa Tallo tahun 1700 M:
- Setelah Sultan Abdul Jalil turun tahta, kekuasaan dipegang oleh Sultan Ismail, tepatnya pada 1709 M – 1711 M.
- Kemudian kepemimpinan jatuh kepada Sultan Sirajuddin.
- Dilanjutkan oleh Sultan Najamudin.
- Di tahun 1735 M, Sultan Sirajuddin kembali menjabat untuk yang kedua kalinya.
- Pada periode 1735 M – 1724 M kekuasaan dijabat Sultan Abdul Chair.
- Penguasa ke-25 Gowa Tallo adalah Sultan Abdul Kudus.
Hingga hari ini, tercatat sudah ada 38 pemimpin yang menjadi penguasa Kerajaan Gowa Tallo sepanjang sejarah sejak berdirinya kerajaan tersebut.
Saat ini, pemimpin di Gowa Tallo adalah I Kumala Idjo, atau yang lebih akrab disapa dengan sebutan Andi Kumala Idjo.