Deskripsi: Sejarah dan daerah asal Suku Bugis, adat istiadat, kebudayaan, bahasa dan rumah adatnya.
Suku Bugis adalah salah satu etnis suku yang berasal dari Sulawesi. Suku ini termasuk salah satu jenis suku yang terkenal di Indonesia.
Kebudayaannya yang unik dan ciri khas yang menarik membuat masyarakat Bugis dikenal baik di kalangan masyarakat.
Orang Bugis memiliki bahasa dan sastra yang baik, dilihat dari segi tulisan maupun lisan. Banyak hal mulai dari sejarah hingga kebudayaan yang dimilikinya.
Berikut penjelasan tentang masyarakat Bugis yang wajib Anda ketahui.
Asal Usul Masyarakat Bugis
Tidak ada penjelasan pasti tentang asal muasal masyarakat Bugis. Peninggalan sejarah seperti monumen, prasasti, dan lain sebagainya digunakan sebagai alat untuk menelusuri sejarah berhubungan dengan asal muasal Bugis.
Pada abad ke-15, informasi tentang sumber masyarakat Bugis ditulis di beberapa peninggalan sejarah. Hal ini dapat membantu dan dijadikan dasar acuan untuk mengetahui sejarah orang Bugis.
Kerajaan Bugis dan wilayahnya memiliki kronik.
Setiap kronik yang dibuat menghasilkan satu kesatuan cerita yang digunakan sebagai acuan.
Sama dengan wilayah pada umumnya, suku ini berasal dari pemindahan kekuasaan kerajaan yang mengalami penurunan seiring berjalannya waktu.
Sebuah naskah berupa kronik yang dibuat oleh orang Makassar atau orang Bugis disebut lontara.
Lontara adalah catatan rinci tentang wilayah kerajaan, catatan harian, keluarga bangsawan, dan lain sebagainya. Adanya informasi ini disimpan dalam istana atau rumah bangsawan.
Bugis berasal dari kata to ugi artinya orang Bugis. Ugi adalah nama raja pertama Kerajaan Cina yang terdapat di Sulawesi Selatan tepatnya di Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.
Saat ini daerah tersebut disebut La Sattumpugi, sedangkan rakyatnya disebut To Ugi.
Asal usul masyarakat Bugis berasal dari silsilah keluarga Cina yang berasal di Sulawesi Selatan. Ibu kota Makassar dulunya disebut Ujungpandang.
Kisah asal usul Bugis tidak jauh dari Saweregading Oppuna Ware atau kisah tradisi masyarakat Bugis yang terdapat di karya sastra La Galigo.
Sejarah Suku Bugis
Kerajaan kuno di Sulawesi Selatan adalah Kedatuan Luwu. Kerajaan ini merupakan asal mula munculnya kerajaan lain di Sulawesi Selatan dan berkembang pesat.
Seperti Kerajaan Gowa, Mandar, Sidenreng, Soppeng, Wajo dan Kerajaan Bone.
Kerajaan Luwu memiliki kekayaan yang melimpah karena menjalankan industri pelabuhan biji besi yang dibawa ke Malangke dataran pantai daerah tengah.
Besi tersebut kemudian diproses menjadi alat pertanian atau senjata yang kemudian diekspor ke dataran rendah penghasil beras.
Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Luwu berjaya dan menjadi wilayah yang ditakuti pada abad ke-14.
Masyarakat tidak berani menginjakkan kaki ke bagian selatan semenanjung barat daya hingga tenggara karena merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Luwu.
Seperti suku pada umumnya, Bugis juga memiliki sejarah panjang yang menarik untuk diketahui.
Suku ini mampu mendirikan kerajaan yang tidak berhubungan dengan India. Selain itu, Suku Bugis juga tidak mendirikan kota sebagai pusat aktivitas, melainkan menggunakan berbagai daerah.
Orang Eropa yang pertama kali datang ke tanah Bugis adalah Portugis yang bertujuan berdagang. Para pedagang Eropa ini awalnya mendarat di pesisir Barat daerah Sulawesi Selatan pada tahun 1530.
Kerjasama mulai dilakukan sejak tahun 1559 berupa perdagangan secara teratur.
Sejak abad ke 17 Masehi, orang Bugis bersama masyarakat di Sumatra menganut agama Islam.
Bersama dengan masyarakat Minangkabau, Melayu, Aceh, Sunda, Kalimantan, dan Madura. Mereka dianggap sebagai orang Nusantara dengan identitas Keislaman yang kuat.
Kepercayaan Agama Bugis
Islam pertama kali masuk dan berkembang di Suku Bugis pada abad ke-17. Pertama kali agama Islam disebarkan oleh penyiar yang diutus oleh Sultan Iskandar Muda asal Aceh yang diutus untuk menyebarkan agama Islam di Sulawesi.
Nama penyiar tersebut adalah Datuk ri Bandang atau yang memiliki nama asli Abdul Makmur. Beliau berhasil mengajak masyarakat Gowa dan Tallo masuk ke agama Islam.
Penyebaran agama Islam ini dilakukan secara bertahap dan dilakukan oleh orang yang berbeda.
Nurdin Ariyani atau yang disebut Datuk ri Tiro menyebarkan agama Islam di daerah Bulukumba. Sedangkan Suleiman atau Datuk Patimang menyebarkan agama Islam di daerah Luwu.
Ketiganya menghadapi tantangan tersendiri karena pada saat itu masyarakat menganut tradisi sangat kental.
Kebudayaan Suku Bugis
Suku Bugis memiliki kebudayaan yang kental dan dilestarikan hingga saat ini.
Oleh karena itu banyak sekali adat dan aturan yang wajib dipahami masyarakat Bugis agar tetap sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.
Berikut kebudayaan masyarakat Bugis tentang perkawinan.
1. Perkawinan Adat Bugis
Masyarakat Bugis memiliki standar perkawinan ideal, di mana di dalamnya terdapat peraturan yang berhubungan dengan perkawinan adat.
Namun perkawinan ini tidak diwajibkan, sehingga banyak masyarakat Bugis yang tidak menjalankan perkawinan adat ideal.
- Assialang marola yaitu pernikahan antara saudara sepupu generasi satu. Pernikahan ini boleh dilakukan baik dengan keluarga dari ayah maupun keluarga dari ibu. Seorang pemuda dapat memilih sepupu yang sederajat dengan generasi ayah atau ibunya.
- Assialana memang yaitu pernikahan dilakukan antara saudara sepupu generasi kedua, ketentuannya sama yaitu berasal dari keluarga ayah atau ibu.
- Ripaddeppe’ mabelae yaitu pernikahan antar saudara sepupu generasi ketiga yang dapat dipilih dengan keluarga ayah maupun ibu.
2. Perkawinan yang Dilarang
- Saudara sekandung
- Menantu dan mertua
- Paman atau bibi dengan kemenakan
- Kakek atau nenek dengan cucu
- Anak dengan ibu atau ayah
3. Adat sebelum Perkawinan
- Mappuce-puce adalah kunjungan keluarga laki-laki untuk meminta anak gadis dari keluarga perempuan. Tradisi ini dapat disebut sebagai lamaran jika menggunakan istilah lain.
- Massuro yaitu kunjungan pihak laki-laki untuk membicarakan acara pernikahan, jenis mas kawin, dan lain sebagainya kerumah pihak perempuan.
- Maduppa yaitu pemberitahuan pada seluruh kerabat bahwa mereka akan menikah.
Rumah Adat Bugis
Rumah adat suku asal Sulawesi ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan rumah adat di wilayah lain.
Rumah ini terdiri dari 3 kepercayaan yang kemudian menjadi makna yang terkandung dalam pembuatan rumahnya.
Berikut merupakan 3 kepercayaan masyarakat Bugis terhadap rumah:
- Ale kawaq artinya keadaan dan semua aktivitas yang terjadi di bumi.
- Buri liu adalah kepercayaan bahwa rumah adat ini bisa berdiri kokoh tanpa menggunakan paku besi, melainkan paku kayu.
- Boting langiq adalah perkawinan yang terjadi di langit oleh We Tenriabeng.
Rumah adat suku ini juga memiliki berbagai jenis yang dapat dibedakan berdasarkan status sosial orang yang menghuninya. Berikut merupakan 2 jenis rumah adat masyarakat Bugis:
- Rumah Sallasa atau Saoraja yang artinya rumah besar yang dihuni oleh kaum bangsawan.
- Rumah Bola adalah rumah yang dihuni oleh masyarakat biasa.
Bahasa Suku Bugis
Etnis ini memiliki bahasa sendiri yang dikenal sebagai Bahasa Bugis atau Ugi. Dialek orang Bugis terkenal memiliki konsonan yang disebut lontara.
Lontara ini merupakan logat Bugis klasik yang dianggap sebagai huruf sakral.
Meski begitu, lontara digunakan dalam bahasa sehari-hari hingga terbentuk sebagai suatu kebiasaan.
Lontara adalah bahasa Bugis atau Makassar yang artinya daun lontar.
Setiap daun lontar disambungkan dengan benang kemudian digulung, mirip dengan gulungan pita kaset.
Penjelasan tentang Suku Bugis di atas dapat menjadi informasi bagi Anda yang ingin berkunjung sekaligus berwisata di sana.
Banyak sekali hal menarik, mulai dari sejarah hingga bahasa yang digunakan masyarakat aslinya.