Kerajaan Demak merupakan Kesultanan Islam pertama serta terbesar yang berkuasa di pesisir utara Jawa.
Menurut catatan sejarah, sebelumnya Demak adalah sebuah kadipaten Kerajaan Majapahit, namun kemudian lahir sebagai suatu kekuatan baru yang mewarisi legitimasi kebesaran Majapahit.
Demak tercatat menjadi penggagas penyebaran Islam di Indonesia, khususnya Jawa. Meskipun tidak bertahan lama karena mengalami keruntuhan akibat perebutan kekuasaan.
Namun peninggalan dari Kesultanan Demak seolah tak lekang oleh waktu, contohnya adalah Masjid Agung Demak.
Peninggalan Kerajaan Demak
Bukti sejarah mengenai eksistensi keberadaan Kesultanan Demak di masa lalu telah cukup banyak ditemukan oleh para peneliti. Beberapa bukti lain seperti peninggalan bersejarah seperti benda-benda dan bangunan juga masih dipelihara hingga saat ini.
Di bawah ini adalah beberapa peninggalan dari Kesultanan Demak Bintoro:
1. Masjid Agung Demak
Bangunan yang didirikan Walisongo di tahun 1479 M ini merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Demak yang paling terkenal.
Meskipun telah direnovasi beberapa kali, namun Masjid Agung Demak dengan arsitektur bernilai filosofis ini masih tetap berdiri kokoh.
2. Kentongan dan Bedug
Bedug yang berada di Masjid Agung Demak juga termasuk peninggalan dari Kerajaan Demak.
Di masa lalu, kedua alat tersebut difungsikan untuk memanggil masyarakat supaya datang ke Masjid untuk menunaikan shalat 5 waktu.
3. Pintu Bledek
Pintu buatan Ki Agung Selo di tahun 1466 M ini merupakan pintu utama Masjid Agung Demak.
Menurut cerita yang beredar, nama pintu tersebut diambil dari proses pembuatannya, yang tidak lain adalah petir menyambar. Bledek sendiri memiliki arti sebagai petir.
4. Situs Kolam Wudlu
Kolam wudlu dibangun seiring dengan didirikannya Masjid Demak. Pada awal pembuatannya, situs ini digunakan tempat berwudhu oleh para santri dan musafir yang datang berkunjung guna melaksanakan sholat.
5. Dampar Kencana
Pada masa kekuasaan Kesultanan Demak, Dampar Kencana difungsikan sebagai singgasana untuk para Sultan. Namun sekarang dialihfungsikan menjadi mimbar khutbah di Masjid Demak.
6. Piring Campa
Buah tangan pemberian Putri Campa, yang merupakan ibu Raden Patah ini berjumlah 65 buah. Saat ini, sebagian piring dipasang di dinding masjid sebagai hiasan.
Sejarah Kesultanan Demak
Pertumbuhan Kerajaan Demak dimulai seiring keruntuhan Majapahit di akhir abad ke-15.
Pada masa kemunduran Majapahit, beberapa kawasan kekuasaannya juga mulai memisahkan diri, termasuk kadipaten-kadipaten yang saling serang, dan mengklaim diri sebagai pewaris Majapahit.
Sementara itu, Demak yang terletak di utara pantai Jawa lalu menyatakan sebagai kawasan mandiri. Tradisi Jawa menggambarkan jika Demak adalah pengganti langsung Majapahit.
Terlebih lagi, raja Demak pertama, yaitu Raden Patah dianggap sebagai putra terakhir pewaris takhta Majapahit.
Masa Awal Berdirinya Majapahit
Seperti yang tertulis di Babad Tanah Jawi, bahwa pendiri Demak tidak lain adalah Raden Fatah atau Raden Bagus Hasan yang diberi gelar Jin Bun oleh orang Tiongkok.
Raden Fatah memerintah Kesultanan Demak pada tahun 1500 M hingga 1518 M.
Raden Fatah sendiri merupakan anak kandung dari Raja Wilwatikta atau Brawijaya V yang terlahir dari istri selirnya (berdasarkan catatan di Purwaka Caruba Nagari), Siau Ban Ci yang kemudian hijrah ke Kota Palembang, dan melahirkan Raden Fatah di kota tersebut.
Masa Keemasan Demak
Di awal abad ke-16, Kesultanan Demak sudah memiliki fondasi sebagai kerajaan terkuat di Pulau Jawa.
Bahkan tidak ada kerajaan lain yang dapat menandingi upaya Demak dalam memperluas kawasan kekuasaan. Salah satunya adalah dengan menaklukkan pelabuhan.
Kerajaan Demak mencapai puncak keemasan di bawah kepemimpinan Pati Unus, yang memiliki visi besar untuk menjadikan Demak sebagai sebuah kerajaan maritim besar.
Demak terus diperluas menjadi kerajaan besar pada masa kekuasaan raja ke-3, Sultan Trenggana.
Keruntuhan Demak
Pada masa kepemimpinan raja ke-3, terjadi persaingan yang panas antara Pangeran Surowiyoto (Sekar) dengan Trenggana. Hal tersebut berakhir dengan terbunuhnya Sekar oleh Sunan Prawoto, yang merupakan anak dari Sultan Trenggana.
Karena peristiwa tersebut terjadi di tepian sungai ketika Surowiyoto baru pulang dari Masjid setelah menunaikan sholat Jum’at. Dalam sejarah, peristiwa tersebut dikenal sebagai Sekar Sedo Lepen (Sekar gugur di sungai).
Setelah Sultan Trenggana wafat di tahun 1946 M, takhta jatuh ke tangan Sunan Prawoto, yang kemudian dilantik menjadi raja Demak ke-4.
Namun setahun setelahnya, Prawoto serta istrinya dibunuh pengikut Pangeran Arya Penangsang, yang merupakan anak Surowiyoto.
Arya Penangsang menjadi pemimpin takhta Demak sebagai raja ke-5. Tapi pengikutnya juga membunuh penguasa Kalinyamat, yaitu Pangeran Hadiri.
Sehingga menyebabkan pemberontakan oleh adipati lain di bawah pemerintahan Demak, termasuk Jaka Tingkir.
Di tahun 1554 M, terjadi pemberontakan yang dipelopori Adipati Pajang, yaitu Hadiwijaya (Jaka Tingkir) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang.
Pada peristiwa tersebut, Arya Penangsang berhasil dibunuh Sutawijaya, yang merupakan anak angkat Hadiwijaya.
Peristiwa terbunuhnya Arya Penangsang juga menjadi momen terakhir era Kesultanan Demak. Hal tersebut dikarenakan Hadiwijaya memutuskan untuk memindahkan pusat kekuasaan ke Pajang, dan kemudian mendirikan Kerajaan Pajang.
Letak Kerajaan Demak
Lokasi Kerajaan Demak pada era tersebut terletak di tepi laut. Tepatnya di Kampung Bintara (Bintoro), yang sekarang menjadi bagian dari kawasan di Kota Demak, Jawa Tengah.
Pada masa kejayaan Demak, kerajaan ini disebut dengan nama Demak Bintoro.
Raja-Raja Demak
Sejak awal berdirinya Kesultanan Demak, secara keseluruhan ada lima orang raja yang berkuasa.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa periode eksisnya Demak tidak berlangsung lama, yaitu tidak sampai 60 tahun, terhitung mulai dari tahun 500 M – 1554 M.
Berikut ini adalah silsilah keluarga raja-raja di Demak:
1. Raden Fatah
Raja pertama Demak yang bergelar Sultan Syah Alam Akbar Al-Fatah memimpin Kesultanan Demak di tahun 1500 M – 1518 M.
Raden Fatah juga merupakan penggagas pembangunan Masjid Agung Demak yang didirikan tepat di Alun-alun Kota Demak.
2. Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor)
Setelah Raden Fatah wafat, putranya, yaitu Pati Unus menjadi penerus takhta Kesultanan Demak.
Pati Unus terkenal sebagai seorang panglima perang gagah berani, serta pernah memimpin perang melawan pasukan Portugis yang telah menaklukkan Malaka.
3. Sultan Trenggono
Setelah meninggalnya Pati Unus, takhta diambil alih adiknya, yakni Raden Trenggono karena Pati Unus tidak mempunyai putra.
Di bawah kepemimpinan Sultan Trenggono yang terkenal gagah berani, Demak berhasil diperluas hingga Jawa Barat, dan Jawa Timur.
4. Sunan Prawoto
Perebutan takhta kerajaan semakin memanas ketika Sultan Trenggono meninggal, dimana berakhir dengan terbunuhnya Pangeran Surowiyoto.
Hal tersebut membuat Sunan Prawoto menjadi pemegang tampuk kekuasaan, meskipun hanya berlangsung selama 1 tahun saja.
5. Pangeran Arya Penangsang
Di tahun 1547 M, Sunan Prawoto dibunuh oleh salah satu pengikut Pangeran Arya Penangsang.
Pada tahun tersebut pula, ia resmi menjadi penguasa baru Kesultanan Demak sebelum akhirnya dibunuh Sutawijaya, yang merupakan anak angkat Pangeran Hadiwijaya.
Meskipun keberlangsungan Kerajaan Demak bisa dikatakan sangat singkat. Namun tidak terlepas dari intrik dan konflik internal yang pada akhirnya mengantarkan Demak Bintoro menemui kehancurannya.
Pemicunya tidak lain adalah perebutan kekuasaan di antara keluarga kerajaan.